Kamis, 17 Mei 2018

Makalah PPH Pasal 21




Pajak Penghasilan (PPh 21)

Oleh:
Kelompok 3












PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014




PENDAHULUAN

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali dirubah dengan Undang-Undang 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yag diterima atau diperoleh tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.





PEMBAHASAN
A.     Pengertian WPOP
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
B.      Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.
Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan, penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga pokok penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya akan dilakukan beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, yang dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena pajak.

C.    Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :
a)      Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
b)       Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;
c)      Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
d)      Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
e)      Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id. Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor Pengkuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

D.    Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
a.      Pemotong PPh Pasal 21
  1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
  2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
  3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya;
  4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
  5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan;



b.      Wajib Pajak PPh Pasal 21
  1. Pegawai;
  2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
  3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
a.       tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b.      pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
c.       olahragawan;
d.      penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e.       pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f.        pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g.      agen iklan;
h.      pengawas atau pengelola proyek;
i.        pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j.        petugas penjajak barang dagangan;
k.      petugas dinas luar asuransi.
  1. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a.       peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b.      peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c.       peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d.      peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;




c.       Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
  1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
a.       bukan Warga Negara Indonesia; dan
b.      di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  1. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

d.      Objek Pajak PPh Pasal 21
  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
  4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

e.       Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan  iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.

f.        Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun
Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan.
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan.
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku yakni:
1.      Rp. 24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang Pribadi
2.      Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
3.      Rp. 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilanya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 entang Pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
4.      Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk setiap aggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang dalam setiap keluarga.
Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000
5%
Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000
15%
Diatas Rp. 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000
25%
Diatas Rp. 500.000.000
30%
g.      Tarif PPh
a.       Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
Tarif  Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut :
b.      Tarif 5% (lima persen)
c.       Tarif 15% (lima belas persen)





PEMBAHASAN KASUS PPh 21
1.    PT. Cahaya selama ini mengelompokkan pegawai tetap sebagai pegawai tidak tetap karena status karyawan tersebut masih kontrak ( belum sebagai pegawai tetap) untuk periode Januari-November. Apakah diperbolehkan jika perusahaan menhitung pajak atas karyawan tersebut sebagai pegawai tetap pada bulan Desember saja? Apakah implikasinya terhadap perusahaan maupun karyawan?
Diasumsikan Pak Abut (K/2) adalah seorang pegawai tidak tetap (pegawai kontrak) di perusahaan minyak. Beliau menandatangani kontrak kerja selama 2 tahun sejak 1 April 2013.  Perhitungan PPh Pasal 21 April 2013:

Ø  Dalam ketentuan perpajakan, defenisi pegawai tetap menurut KEP-545/PJ./2000 adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara langsung dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. Definisi pegawai tetap tersebut, dalam PMK-252  ditambahkan bahwa pegawai tetap adalah pegawai yang menerima yang  dan memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur , termasuk anggota komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara langsung dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk jangka waktu tertentu sepanjang pegawai sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tertentu.
Ø  Perhitngan PPh 21
Berdasarkan KEP 545/PJ./2000, untuk menghitung PPh terutang tahun 2008 ( dan sebelumnya) meskipun status ketenagakerjaan karyawan tersebut adalah kontrak baik kontrak untuk jangka waktu tertentu atau berdasarkan pekerjaan tertentu, sepanjang pegawai tersebut memperoleh gaj/imbalan ( penghasilan ) dalam jumlah tertentu secara berkala/ secara teratur maka perhitungan PPh nya sama dengan karyawan tetap.
Berdasarkan penjelasan di atas, perusahaan menghitung pajak atas karyawan tersebut sejak bulan Januari- Desember.
Implikasinya:
Ø  Bagi perusahaan atau pemberi kerja: wajib melakukan pemotongan pajak terhadap pegawai kontrak tersebut. Hal ini sesuai dengan undang-undang perpajakan pasal 21 huruf a
Ø  Bagi pegawai: Pph pasal 21 ayat 3 bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pension, dan PTKP. Dalam iuran pension termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

2.      Seorang karyawan PT. Berkah cuti di luar tanggungan selama 1 bulan untuk tahun pajak 2013. Selama cuti, yang bersangkutan tidak mendapatkan penghasilan dari perusahaan. Setelah cutinya berakhir, ia kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan seperti biasa. Bagaimana perhitungan biaya jabatan untuk pegawai tersebut?

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.

  1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
    1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
    2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.
    3. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karyawan tersebut untuk masa cuti tidak dikenai biaya jabatan. Berdasarkan Pph pasal 21 ayat 3 bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pension, dan PTKP. Dalam iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

3. Pak Dito (K,0) selama ini hidup bersama kedua mertuanya yang merupakan pensiunan perusahaan swasta. Namun karena penghasilan mertuanya tidak mencukupi, pak Dito turut menanggung biaya hidup keduanya. Apakah mertua yang  tinggal bersama WP dapat diikutsertakan sebagai tanggungan pak Dito untuk menghitung PTKPnya?

Ø Penghasilan tidak kena pajak merupakan pengurang yang diberikan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan tidak kena pajak diberikan bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas maupun wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha, pekerjaan bebas. PTKP yang berlaku ubtuk tahun pajak 2013, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.PMK-162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 sebagai berikut :
a.    Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
b.    Rp   2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.    Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d.    Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang.
e.    Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Disamping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri sebesar Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah).

Tambahan PTKP Untuk Anggota Keluarga Sedarah dan Semenda yang menjadi tanggungan
a.       Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. (Undang-undang perpajakan pasal 7 ayat 1)
b.      Menurut KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM  PERDATA (Civil Code)
BUKU KESATU-ORANG BAB XIII  KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama.
295. Kekeluargaan semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga  sedarah dari pihak lain.
           
Ø  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedua mertua Pa Dito termasuk hubungan semenda sehingga  dapat diikutsertakan sebagai tanggungan Pa Dito untuk menghitung PTKPnya.


4.      Seorang dosen melanjutkan kuliah S3 di Australia selama 3 tahun. Dosen tersebut adalah dosen PTN yang tetap menerima gaji sebesar 80% dari yang seharusnya setiap bulan.  Selama kuliah, dosen tersebut bekerja paruh paruh di perpustakaan tempat ia sekolah. Bagaimanakah status WP dosen tersebut selama kuliah dan bagaimana implikasinya terhadap kewajiban pajaknya?
Pak Zakie (K/0) memperoleh penghasilan sebagai dosen perbulannya Rp 5.000.000 dan selama kuliah hanya memperoleh gaji 80%. Dan selama kuliah memperoleh penghasilan bekerja paruh waktu di perpustakaan dengan gaji perbulan 500 dolar Australia. Kurs dolar australia (AUD) adalah Rp 11.000.

Jadi status WP dosen tersebut selama kuliah tetap melakukan kewajiban membayar pajak didalam negeri. Berdasarkan undang-undang PPh pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan bahwa wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar indonesia. Dan berdasarkan PPh pasal 4 ayat 1 yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Implikasinya terhadap kewajiban pajak dosen tersebut berdasarkan pada undang-undang PPh pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan bahw awajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It's in fact the one and ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh on average 19 kilos less than we do.

    (And really, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret diet and really, EVERYTHING related to "HOW" they eat.)

    P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    TAP this link to see if this easy quiz can help you unlock your true weight loss possibility

    BalasHapus