MAKALAH
PERPAJAKAN
Disusun
Oleh :
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Tahun
2016 -2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Di Indonesia
maupun di berbagai negara lainnya, pasti memiliki kebijakan setiap warga yang
berpenghasilan untuk melakukan pembayaran pajak kepada negara. Hal ini
dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber pemasukan untuk kas negara yang
akan digunakan untuk membiayai pembangunan suatu negara. Pajak ini sendiri
bersifat memaksa terhadap seluruh warga negara atau wajib pajak untuk
menaaitinya. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis pajak, salah satunya Pajak
Penghasilan (PPh), yang merupakan pajak terhutang atas dasar penghasilan yang
didapatkan, antara lain penghasilan dari pendapatan berupa gaji, penghasilan
dari laba usaha, penghasilan yang berupa hadiah, dan penghasilan yang berupa
pendapatan bunga. PPh yang terhutang dalam jangka waktu 1 tahun haruslah
dilunasi oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perpajakan penghasilan yang
ada. Sesuai dengan ketentuan dalan Undang-undang PPh, PPh terdiri atas PPh
pasal 4 ayat (2), PPh pasal 25, PPh pasal 21, PPh pasal 22, dll.
Pada makalah akan
membahas mengenai PPh pasal 4 ayat (2) UU yang merupakan pajak penghasilan yang
mengatur penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau
bangunan dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan peraturan pemerintah. Namun
fokus utama akan dibahas mengenai PPh pasal 4 ayat (2) mengenai jasa kontruksi,
karena sering kali sering terdapat perbedaan persepsi antara pengenaan pajak
pasal 4 ayat (2) dengan pajak pasal 23. Adapun peraturan pemerintah yang
mengatur tentang jasa konstruksi tersebut adalah Peraturan Pemerintah nomor 51
tahun 2008 .
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apa
yang terkandung dalam peraturan tentang pajak penghasilan pasal 4 ayat (2)
mengenai jasa kontruksi?
2. Apa
perbedaan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan pasal 23 ?
1.3.
Tujuan
2. Untuk
mengetahui apa saja mengenai pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) mengenai jasa
kontruksi
3. Untuk
mengetahui perbedaan antara pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan pajak
penghasilan pasal 23
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Pajak
penghasilan pasal 4 ayat (2) menurut undang-undang pajak penghasilan
menyebutkan, bahwa : “Atas penghasilan
berupa bunga deposito, dan tabungan lainya,penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah
dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur
dengan peraturan pemerintah”. PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan jenis pajak
yang bersifat final, yang berarti PPh yang telah dipotong tidak bisa untuk
dikreditkan lagi sebagai pengurang PPh Pasal 29 di akhir tahun. Oleh karena itu
penghasilan yang sudah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) akan dilaporkan secara
tersendiri dalam sebuah lampiran dan akan dikoreksi dari pelaporan penghasilan
neto fiskal dalam SPT Tahunan PPh wajib pajak.
Nilai pajak PPh
Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dibukukan sebagai uang muka untuk pembayaran
pajak, karena pajak ini bersifat final. Oleh karena itu PPh Pasal 4 ayat (2)
dicatat sebagai beban bagi pihak yang dipotong dan dicatat sebagai utang bagi
pihak yang memotong apabila prosedur yang harus dilakukan adalah dipotong dan
memotong. Jenis penghasilan yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) beserta dasar
hukumnya, antara lain:
Uraian
|
Tarif
|
Dasar Hukum
|
Penghasilan dari sewa
tanah dan/atau bangunan
|
10% x jumlah bruto
nilai persewaan
|
PP No 5/2002, KEP
227/PJ/2002
|
Penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
|
5% x jumlah bruto nilai
pengalihan atau 1% x jumlah bruto nilai pengalihan (RS/RSS)
|
PP 48/1994, PP 71/2008
|
Penghasilan dari jasa kontruksi
|
sesuai PP 51/2008
|
PP 51/2008 jo PP
40/2009
|
Penghasilan dari
penjualan saham yang dilakukan di bursa efek
|
0,1% x jumlah bruto
nilai transaksi dan tambahan 0,5% x nilai saham untuk saham pendiri
|
PP 41/1994 jo PP
14/1997
|
Penghasilan berupa
bunga/diskonto obligasi
|
15% x jumlah bruto
bunga/diskonto untuk WPDN dan 20% untuk WPLN
|
PP 16/2009
|
Penghasilan dari bunga
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
|
20% x diskonto SPN
|
PP 27/2008
|
Penghasilan Deviden
yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
|
10% x jumlah bruto
deviden
|
PP 19/2009
|
Bunga simpanan koperasi
yang dibayarkan kepada anggota koperasi orang pribadi
|
0% x bunga simpanan
sampai dengan Rp240.000,- dan 10% x bunga simpanan di atas Rp 240.000,-
|
PP 15/2009
|
Pendapatan berupa bunga
deposito dan tabungan serta sertifikat bank indonesia (SBI)
|
20% x jumlah bruto
bunga
|
PP 131/2000
|
Penghasilan berupa
hadiah undian
|
25% x jumlah bruto
nilai hadiah
|
PP 132/2000
|
Penghasilan dari
penjualan saham milik modal ventura
|
0,1% x jumlah bruto
nilai transaksi
|
PP 4/1995
|
Penghasilan usaha Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
|
1% x peredaran usaha
setiap bulan setiap tempat kegiatan usaha
|
PP 46/2013
|
2.2.
Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Mengenai Jasa Kontruksi
Jasa
kontruksi merupakan layanan yang menyediakan jasa berupa konsultasi yang
dimulai dari perencanaan pekerjaan kontruksi, pelaksaan pekerjaan kontruksi
serta konsultasi pengawasan para pekerja kontruksi. Dimana hasil dari
penyediaan jasa ini akan dikenakan pajak berupa pajak penghasilan Pasal 4 ayat
(2) yang bersifat final berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah No 51 tahun
2008. Ada pula hal lain yang tercantum dalam PP No.51 tahun 2008 adalah sebagai
berikut :
a. Pekerjaan kontruksi adalah keseluruhan atau
sebagian rangkaian perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
termasuk didalamnya antara lain pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
b. Perencanaan
konstruksi adalah pemberian jasa yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
yang memiliki keahlian dan professional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
c. Pelaksanaan
konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan
bentuk fisik lain, termasuk didalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi penggabungan fungsi layanan
dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, proturement and contruction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and
build).
d. Pengawasan
konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional dibidang pengawasan konstrusi,yang mampu melaksanakan pekerjaan
pengawasan jasa konstrusi sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstrusi sampai
selesai dan diserahterimakan.
Subjek
pajak dalam pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) adalah pengusaha yang memberikan
atau menyediakan jasa konstruksi baik yang berbentuk hukum maupun orang pribadi
yang di sebut dengan kontraktor. Tertera dalam Peraturan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi Nomor 11 Tahun 2006 menyatakan bahwa kontraktor yang berstatus
orang pribadi akan dikelompokan dalam Grade 1 dan hanya dapat melakukan proyek
konstruksi nilainya tidak lebih dari Rp 100.000.000,00. Kegiatan usaha jasa
kontruksi terbagi menjadi tiga kelompok jasa yakni jasa perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi.
Tarif
pengenaan pajak atas jasa kontruksi, sebagai berikut :
Jenis Jasa
|
Penyelenggara kegiatan
|
Grade
|
Keterangan kompetensi
|
Peruntukan
|
Tarif
|
Pelaksanaan Konstruksi
|
Kualifikasi kecil
|
Grade 1
|
0 – 100 juta
|
Perorangan / Badan usaha
|
2 %
|
Grade 2
|
100 juta - 300 juta
|
Perorangan / Badan usaha
|
|||
Grade 3
|
300 juta – 600 juta
|
Perorangan / Badan usaha
|
|||
Grade 4
|
600 juta – 1M
|
Perorangan / Badan usaha
|
|||
Kualifikasi menengah
|
Grade 5
|
1 M – 10 M
|
Badan usaha
|
3 %
|
|
Kualifikasi besar
|
Grade 6
|
1M – 25 M
|
Badan usaha
|
3 %
|
|
Grade 7
|
1 M – tidak dibatasi
|
Badan usaha
(termasuk asing)
|
|||
Tidak punya kualifikasi
|
|
|
|
4 %
|
|
Perencanaan dan Pengawasan
Konstruksi
|
Mempunyai kualifikasi
|
|
|
|
4 %
|
Tidak mempunyai kualifikasi
|
|
|
|
6 %
|
Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) atas jasa konstruksi tertera dalam peraturan PMK Nomor 187/ PMK.03/
2008, dimana dinyatakan untuk dasar perhitungan besaran pajak menggunakan
jumlah pembayaran dan jumlah penerimaan pembayaran. Menggunakan dasar besaran
jumlah pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui
pemotongan PPh oleh pengguna jasa (pemilik proyek). Sedangkan menggunakan dasar
besaran jumlah penerimaan pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi
dikenakan melalui pembayaran sendiri oleh kontraktor / pemiliki proyek yang
bersangkutan. PPh Final jasa konstruksi ini dilakukan pada saat pembayaran dan
dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terhutangnya
PPh Final jasa konstruksi dan harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan terhutangnya PPh final.
2.3.
Perbedaan
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Pajak Penghasilan Pasal 23
Dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang terbaru, yaitu UU Nomor 36 Tahun
2008, jasa konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda. Pertama, jasa
konstruksi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d dan yang berikutnya
disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh. Bedanya PPh Pasal 4
ayat (2) sudah bersifat final, sedangkan Pasal 23 tidak final. Apabila di
dilihat dari sudut pandang subjek pajaknya antara Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) dan Pasal 23 tampak berbeda. Didalam Pajak Pasal 4 ayat (2) ditujukan
untuk usaha jasa konstruksi, sendangkan Pajak Pasal 23 di tunjukan untuk jasa
konstruksi.
Dengan
memperhatikan makna dari kata usaha jasa konstruksi yang digunakan dalam Pasal
4 ayat (2) UU PPh, maka subjek pajak yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU
PPh adalah subjek yang bidang usahanya secara formal adalah jasa konstruksi. Artinya,
hanya pengusaha yang sudah memperoleh sertifikasi dan juga kualifikasi di
bidang jasa konstruksi saja yang tercakup dalam Pasal 4 ayat (2). Sedangkan dalam
pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan diatur bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
angka 2 diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur jenis jasa lain ini adalah Peraturan Menteri
Keuangan nomor 244/PMK.03/2008. Apabila kita perhatikan lebih jauh pasal 1
peraturan menteri keuangan, setidaknya terdapat dua jenis jasa konstruksi yang
dikelompokkan sebagai jenis jasa lainnya yaitu:
a.
Jasa instalasi/pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
b.
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat
transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
Jika
kita menggunakan dasar Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008 sebagai dasar
pengenaan pajak maka dua jenis jasa diatas dapat kita kelompokkan kedalam jasa
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha sehingga akan dikenakan PPh final dengan tarif 4%, namun
karena dalam peraturan Menteri Keuangan dua jenis jasa tersebut dikelompokkan
ke dalam jenis jasa lain maka perlakuannya bukan merupakan objek PPh final
tetapi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Pajak Penghasilan. http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-
penghasilan-pasal-4-ayat-2 (diakses tanggal 28 Agustus 2016)
Bahrun,
M.. 2014. Pajak Jasa Konstruksi.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19556-jasa-konstruksi,-antara-pasal-4-2-dan-pasal-23-uu-pph
(diakses tanggal 29 Agustus 2016)
Fajriani.
2015. Makalah Perpajakan.
http://fajriarifwibawa.blogspot.sg/2015/04/makalah-perpajakan-pajak-penghasilan.html (diakses tanggal 28 Agustus 2016)
Muhammad.
2011. Pajak Jasa Kosntruksi.
https://armuhammad.wordpress.com/2011/10/15/ragam-withholding-tax-untuk-%E2%80%98jasa-konstruksi%E2%80%99/ (diakses tanggal 29 Agustus 2016)
Nasikhudin.
2015. PPh Pasal 4 ayat 2.
https://nasikhudinisme.com/2015/01/04/akuntansi-pph-pasal-4-ayat-2/ (diakses tanggal 29 Agustus 2016)
Ray.
2015. PPh Jasa Konstruksi. http://pphppn.blogspot.sg/2015/03/pph-final-
jasa-konstruksi.html (diakses tanggal 28 Agustus 2016)
Do you realize there's a 12 word phrase you can say to your crush... that will trigger intense emotions of love and instinctual attraction to you deep inside his chest?
BalasHapusBecause hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, admire and guard you with all his heart...
===> 12 Words That Trigger A Man's Desire Impulse
This impulse is so built-in to a man's genetics that it will make him work harder than before to to be the best lover he can be.
Matter-of-fact, fueling this influential impulse is absolutely binding to achieving the best possible relationship with your man that as soon as you send your man one of these "Secret Signals"...
...You'll immediately find him open his mind and heart to you in a way he's never expressed before and he'll identify you as the only woman in the world who has ever truly fascinated him.