Pajak
Penghasilan Pasal 23
Disusun oleh:
Nama :
Nim :

Universitas
Bina Nusantara
Jakarta
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
PPh Pasal 23 adalah satu dari sekian banyak jenis
pemotongan/pemungutan PPh (withholding tax) yang harus dilakukan
oleh Wajib Pajak (WP) yang ditunjuk sebagai Subjek Pemotong PPh. Subjek yang
dipotong PPh maupun objek dan tarifnya pun tertentu pula. Pada tulisan kali ini akan dibahas mengenai withholding tax atau pemotongan PPh Pasal 23 khususnya mengenai
subjek pemotong, subjek yang dipotong dan sanksi-sanksi perpajakan yang
terkait. Pasal 23 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
menyatakan sebagai berikut: “Atas
penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang
wajib membayarkan:” Dari kalimat “...dipotong pajak oleh
pihak yang wajib membayarkan...” itulah kemudian muncul adanya kewajiban perpajakan
untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 23. Jenis PPh yang harus
dipotong disebut dengan PPh Pasal 23 karena ketentuan
mengenai pemotongan PPh ini diatur dalam Pasal 23 UU PPh seperti yang dikutip
di atas.
Masih dari
kalimat “...dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan...”
tersebut, juga dapat dilihat bahwa pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan
kewajiban pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah pihak
yang wajib membayarkan. Dan dengan memperhatikan kalimat-kalimat
sebelumnya, yang dimaksud dengan pihak yang wajib membayarkan ini
meliputi: Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
Penyelenggara kegiatan, maupun Bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
B.
Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian di atas, maka ruang lingkup yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan-penghasilan
apa saja yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23?
2. Bagaimana
proses pemotongan dan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23?
3. Bagaimana
tatacara penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23
2. Untuk
mengetahui proses pemotongan dan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23
3. Untuk
mengetahui cara penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan 23.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak
Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
B.
Pemotong
Pajak Penghasilan Pasal 23
1.
Badan
Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam
Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun
demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan
Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di
Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya. Dalam prakteknya, pemotongan
PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah dilakukan oleh bendahara pemerintah
2.
Subjek
Pajak badan dalam negeri
Berdasarkan
Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak
badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan
berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat
kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di
Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan
tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan
Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3.
Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara
kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan
suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang
pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan,
perlombaan, seminar dan lain-lain.
4.
Bentuk
Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang
melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri,
pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban
Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
5.
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang
ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative
Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
6.
Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
a. akuntan,
arsitek, dokter, notaries, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas;
b. orang
pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran
berupa sewa.
C.
Penerima
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1)
Undang-undang Pajak Penghasilan, penerima penghasilan yang dapat dipotong PPh
Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan
demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri ataupun Wajib Pajak badan dalam negeri. Ini berarti bahwa jika penerima
penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh Pasal 23
tidak bisa dikenakan.
D.
Penghasilan
Yang Dipotong PPh Pasal 23
Hal
ketiga yang menjadi ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 23 adalah bahwa
penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan adalah jenis penghasilan
yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23. Jenis-jenis penghasilan ini diatur
dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan,
yaitu :
- Dividen;
- bunga termsuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti;
- hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan 1984;
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan; dan
- imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
A.
Bukan
Objek Pajak Penghasilan Pasal 23
Dikecualikan
dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1.
Penghasilan yang dibayar atau terutang
kepada bank;
2.
Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3.
Dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:
a. dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi
perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor.
4.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
5.
SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggotanya;
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Tarif
Pajak dan Dasar Pemotongan
Pasal 23 ayat (1) UU No 36 Tahun
2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
- 15% dari jumlah bruto atas:
- dividen;
- bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti;
- hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
- 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
- 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
- 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
- Jasa penilai;
- Jasa Aktuaris;
- Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
- Jasa perancang;
- Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
- Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
- Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
- Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
- Jasa penebangan hutan
- Jasa pengolahan limbah
- Jasa penyedia tenaga kerja
- Jasa perantara dan/atau keagenan;
- Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;
- Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
- Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
- Jasa mixing film;
- Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
- Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
- Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
- Jasa maklon
- Jasa penyelidikan dan keamanan;
- Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
- Jasa pengepakan;
- Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
- Jasa pembasmian hama;
- Jasa kebersihan atau cleaning service;
- Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
- Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
- Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
- Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
- Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
- Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto
tersebut tidak berlaku:
- Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
- Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
B.
Menghitung
PPh Pasal 23
Cara
menghitung PPh Pasal 23 untuk masing-masing Objek Pajak dapat dilihat pada
table dibawah ini:
No.
|
Objek Pajak
|
Besarnya PPh Pasal 23
|
1.
|
Dividen
|
15% x jumlah dividen
|
2.
|
Bunga
|
15% x jumlah bunga
|
3.
|
Royalti
|
15% x jumlah royalti
|
4.
|
Sewa
|
2% x jumlah sewa
|
5.
|
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain
yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf e
|
15% x jumlah hadiah/penghargaan/bonus
|
6.
|
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2)
|
2% x jumlah sewa
|
7.
|
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain.
|
2% x jumlah imbalan (tidak termasuk PPN)
|
C. Saat Terutang, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 23
- PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
- PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
- SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan
PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bukti
Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal
23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal
23.
D. Tatacara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
memiliki kewajiban melakukan penyetoran PPh Pasal 23 ke kas negara atas PPh
Pasal 23 yang dipotong dari penerima penghasilan. Terhadap penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 23 kepadanya diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23. Atas
pemotongan yang telah dilakukan salam suatu masa pajak, Wajib Pajak sebagai
pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah
dilakukan. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
Masa PPh Pasal 23.
1. Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23
Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 1
April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau
penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya. Dalam pengertian hari libur nasional termasuk hari yang
diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah
dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pembayaran dan penyetoran pajak harus
dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi
lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. SSP ini berfungsi sebagai bukti
pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran
yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. SSP dianggap sah jika
telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Adapun tempat
pembayaran adalah Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai
tempat pembayaran pajak.
2. Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong
PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang
pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan.
Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti
pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan
dalam SPT Tahunannya.
Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong
PPh Pasal 23 wajib melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak
tersebut. Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar.
Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan PPh Pasal 23
bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling lambat
tanggal 20 Nopember 2010.
Dalam hal batas akhir pelaporan di atas bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pengertian hari libur nasional termasuk
hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tentang pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 23, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Berdasarkan penjelasan tersebut aspek
perpajakan PPh Pasal 23 sbb : Apabila yang menerima dividen adalah PT,
Koperasi, BUMN, dan BUMD memiliki porsi saham minimal 25% dari modal yang
disetor maka bukan objek PPh dan tidak dipotong PPh Pasal 23, namun apabila
kurang dari 25% dari modal yang disetor maka dividen tersebut merupakan objek
PPh dan dipotong PPh Pasal 23.
Penyetoran Pajak Penghasilan pasal
23 oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23 ke kas negara dengan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak (SSP). paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan timbulnya penghasilan yang menjadi objek Pajak
Penghasilan pasal 23. Pelaporan oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Penghasilan pasal 23
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
B. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat penulis
berikan untuk dijadikan pertimbangan beberapa pihak yaitu:
Water Hack Burns 2lb of Fat OVERNIGHT
BalasHapusAt least 160k men and women are utilizing a easy and secret "liquid hack" to burn 1-2lbs every night while they sleep.
It is painless and works with anybody.
You can do it yourself by following these easy steps:
1) Get a glass and fill it up half the way
2) Then follow this weight loss HACK
and become 1-2lbs lighter the very next day!